BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Setiap hubungan antar pribadi mengandung unsur-unsur
konflik, pertentangan pendapat atau perbedaan kepentingan. Konflik adalah
situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,
atau mengganggu tindakan pihak lain (Johnson, 1981).
Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut
komunikasi. Hal ini berarti, bila kita ingin mengetahui konflik, kita harus
mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung
komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk.
Menurut Myers, jika komunikasi adalah suatu proses
transaksi, yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama
untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik. Konflik
pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara
nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan
pertentangan.
1.2.RUMUSAN MASALAH
a.
Apa pengertian menyelesaikan
konflik antar pribadi.
b.
Apa arti penting menyelesaikan
konflik antar pribadi.
c.
Bagaimana menyelesaikan konflik
antar pribadi.
d.
Apa saja bentuk-bentuk
ketidakcocokan dalam pribadi.
1.3.TUJUAN
a.
Untuk mengetahui pengertian
menyelesaikan konflik antar pribadi.
b.
Untuk mengetahui arti penting
menyelesaikan konflik antar pribadi.
c.
Untuk mengetahui cara
menyelesaikan konflik antar pribadi.
d.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk
ketidakcocokan dalam pribadi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.PENGERTIAN MENYELESAIKAN KONFLIK ANTAR PRIBADI
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Setiap
hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat
atau perbedaan kepentingan. Konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu
pihak berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu tindakan pihak lain
(Johnson, 1981).
Konflik ternyata tidak selama menjadi hal yang bersifat
negatif, namun konflik juga bisa membawa nilai positif dalam hubungan
antarpribadi. Itu semua tergantung bagaimana seseorang dalam mengelola atau
memanajemen konflik yang terjadi dengan baik. Konflik tentunya sebuah hal yang
wajar terjadi dalam proses interkasi manusia, di sini tentunya yang paling
penting bagaimana kita mengahadapainya. Apakah dengan tidakan yang dapat
memperbesar dan menjadikan konflik menjadi semakin besar, atau dengan
menghadapi konflik dan memanajemenkannya dengan baik sehingga memberikan jalan
solusi terbaik.
2.2.ARTI PENTING MENYELESAIKAN KONFLIK ANTAR PRIBADI
Cara kita bertingkah laku dalam suatu konflik dengan
orang lain, akan ditentukan oleh seberapa penting tujuan-tujuan pribadi dan
hubungan dengan pihak lain kita rasakan. Berdasarkan dua pertimbangan di atas,
dapat ditemukan lima gaya dalam mengelola konflik antarpribadi (Johnson, 1981):
a)
Gaya kura-kura. Konon,
kura-kura lebih senang menarik diri bersembunyi di balik tempurung untuk
menghindari konflik. Mereka cenderung menghindar dari pokok-pokok soal maupun
dari orang-orang yang dapat menimbulkan konflik. Mereka percaya bahwa setiap
usaha memecahkan konflik hanya akan sia-sia. Lebih mudah menarik diri, secara
fisik maupun psikologis, dari konflik daripada menghadapinya. Dalam pewayangan,
sikap semacam ini kiranya kita temukan dalam figure Baladewa.
b)
Gaya ikan hiu. Ikan hiu senang
menaklukkan lawan dengan memaksanya menerima solusi konflik yang ia sodorkan.
Baginya, tercapainya tujuan pribadi adalah yang utama, sedangkan hubungan
dengan pihak lain tidak terlalu penting. Baginya, konflik harus dipecahkan
dengan cara satu pihak menang dan pihak lain kalah. Watak ikan hiu adalah
selalu mencari menang dengan cara menyerang, mengungguli dan mengancam
ikan-ikan lain. Dalam pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita temukan dalam
figure Duryudana.
c)
Gaya kancil. Seekor kancil
sangat mengutamakan hubungan, dan kurang mementingkan kepentingan pribadinya.
Ia ingin diterima dan disukai binatang lain. Ia berkeyakinan bahwa konflik
harus dihindari, demi kerukunan. Setiap konflik tidak mungkin dipecahkan tanpa
merusak hubungan. Konflik harus didamaikan, bukan dipecahkan, agar hubungan
tidak menjadi rusak. Dalam dunia pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita
temukan dalam diri tokoh Puntadewa.
d)
Gaya rubah. Rubah senang
mencari kompromi. Baginya, baik tercapainya tujuan-tujuan pribadi maupun
hubungan baik dengan pihak lain sama-sama cukup penting. Ia mau mengorbankan
sedikit tujuan-tujuannya dan hubungannya dengan pihak lain demi tercapainya
kepentingan dan kebaikan bersama.
e)
Gaya burung hantu. Burung hantu
sangat mengutamakan tujuan-tujuan pribadinya sekaligus hubugannya dengan pihak
lain. Baginya, konflik merupakan masalah yang harus dicari pemecahannya dan
pemecahan itu harus sejalan dengan tujuan-tujuan pribadinya maupun tujuan-tujuan
pribadi lawannya. Baginya, konflik bermanfaat meningkatkan hubungan dengan cara
mengurangi ketegangan yang terjadi di antara dua pihak yang berhubungan.
Menghadapi konflik, burung hantu akan selalu berusaha mencari penyelesaian yang
memuaskan kedua pihak dan yang mampu menghilangkan ketegangan serta perasaan
negatrif lain yang mungkin muncul di dalam diri kedua pihak akibat konflik itu.
Dalam dunia pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita temukan dalam figure
Kresna.
Kita perlu memahami strategi yang biasa kita gunakan
dalam menghadapi dan memecahkan konflik dalam hubungan kita dengan orang lain.
Dengan memahami strategi yang biasa kita pakai, kita berharap akhirnya dapat
membiasakan diri menggunakan strategi yang palinhg efektif ditinjau dari sudut
tercapainya tujuan-tujuan pribadi kita maupun terpeliharanya hubungan baik
dengan orang lain.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pola Penyelesaian Konflik Johnson & Johnson (1991)
menyatakan beberapa hal yang harus diperhatikan bilamana seseorang terlibat
dalam suatu konflik, dan akibatnya menentukan bagaimana seseorang menyelesaikan
konflik, sebagai berikut:
a) Tercapainya
persetujuan yang dapat memuaskan kebutuhan serta tujuannya.
Tiap orang memiliki
tujuan pribadi yang ingin dicapai. Konflik bisa terjadi karena tujuan dan
kepentingan individu menghalangi tujuan dan kepentingan individu lain;
b) Seberapa penting
hubungan atau interaksi itu untuk dipertahankan.
Dalam situasi sosial,
yang di dalamnya terdapat keterikatan interaksi, individu harus hidup bersama
dengan orang lain dalam periode tertentu. Oleh karena itu diperlukan interaksi
yang efektif selama beberapa waktu. Faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap pengelolaan konflik, seperti dirangkum sebagai berikut.
c) Kepribadian Individu
Yang Terlibat Konflik .
Stenberg dan Soriano
(dalam Farida, 1996) berpendapat bahwa gaya pengelolaan konflik seorang
individu dapat diprediksi dari karakteristik-karakteristik intelektual dan
kepribadiannya. Mereka menemukan bahwa subyek dengan skor intelektual yang
rendah cenderung menggunakan aksi fisik dalam mengatasi konflik. Sebaliknya
subyek dengan skor intelektual yang tinggi lebih cenderung untuk menggunakan
gaya-gaya pengelolaan konflik yang membuat konflik melunak.
d) Situasional.
Aspek situasi yang
penting antara lain adalah perbedaan struktur kekuasaan, riwayat hubungan,
lingkungan sosial dan pihak ketiga. Apabila satu pihak memiliki kekuasaan lebih
besar terhadap situasi konflik, maka besar kemungkinan konflik akan
diselesaikan dengan cara dominasi oleh pihak yang lebih kuat posisinya. Riwayat
hubungan menunjuk pada pengalaman sebelumnya dengan pihak lain, sikap dan
keyakinan terhadap pihak lain tersebut. Termasuk dalam aspek lingkungan sosial
adalah norma-norma sosial dalam menghadapi konflik dan iklim sosial yang
mendukung melunaknya konflik atau justru mempertajam konflik. Sedangkan campur
tangan pihak ketiga yang memiliki hubungan buruk dengan salah satu pihak yang
berselisih dapat menyebabkan membesarnya konflik. Sebaliknya, hubungan baik
pihak ketiga dengan pihak-pihak yang berselisih dapat melunakkan konflik karena
pihak ketiga dapat berperan sebagai mediator.
e) Interaksi
Digunakannya
pendekatan disposisional saja dalam mencari pemahaman akan perilaku sosial
dianggap mempunyai manfaat yang terbatas. Pendekatan yang lebih dominan dalam
menerangkan perilaku sosial adalah interaksi dan saling mempengaruhinya
determinan situasional dan disposisional.
f) Isu Konflik.
Tipe isu tertentu
kurang mendukung resolusi konflik yang konstruktif dibandingkan dengan isu yang
lain. Tipe isu seperti ini mengarahkan partisipan konflik untuk memandang
konflik sebagai permainan kalah-menang. Isu yang berhubungan dengan kekuasaan,
status, kemenangan, dan kekalahan, pemilikan akan sesuatu yang tidak tersedia
substitusinya, adalah termasuk tipetipe isu yang cenderung diselesaikan dengan
hasil menang-kalah. Tipe yang lain yang tidak berhubungan dengan hal-hal di
atas dapat dipandang sebagai suatu permainan yang memungkinkan setiap pihak
yang terlibat untuk menang. Pada umumnya, konflik kecil lebih mudah
diselesaikan secara konstruktif daripada konflik besar. Akan tetapi pada
konflik yang destruktif, konflik yang sebenarnya kecil cenderung untuk membesar
dan meluas. Perluasan ini dapat terjadi bila konflik antara dua individu yang
berbeda dianggap sebagai konflik rasial. Selain itu bisa juga jika konflik
tentang masalah biasa dipandang sebagai konflik yang bersifat substantif atau
dipandang menyangkut harga diri dan kekuasaan.
2.3.MENYELESAIKAN KONFLIK ANTAR PRIBADI
Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal
Conflict) Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri
individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:
a) Strategi Kalah-Kalah
(Lose-Lose Strategy).
Beorientasi pada dua
individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok
yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok
orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok
ketiga sebagai penengah. Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan
dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu.
Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih
atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam
campur tangan pihak ketiga yaitu:
-
Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
-
Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.
b) Strategi Menang-Kalah
(Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
-
Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua
atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas
(task independence).
-
Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan
tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi
terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal
ambiquity).
-
Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah
posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan
dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
-
Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan
formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena
dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
-
Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan
pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima
oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan
persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal
bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
c) Strategi
Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Ada 2 cara didalam
strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik
interpersonal yaitu:
-
Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving)
Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan
kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
-
Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process
Consultation)
Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya
ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan
untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau
kedua belah pihak yang terlibat konflik.
2.4.BENTUK-BENTUK KETIDAKCOCOKAN DALAM PRIBADI
a) Perbedaan individu
Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor
penyebab terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber
konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu
yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu
hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan
dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan
pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbedabeda. Ada yang merasa
terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
b) Perbedaan latar
belakang kebudayaan.
Perbedaan latar
belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c) Perbedaan kepentingan
antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki
perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda- beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda- beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
d) Perubahan-perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti
nilai kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan prosesproses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Terdapat beberapa Faktor Penyebab Konflik dalam Hubungan
Antar pribadi yaitu: Perbedaan
individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan; Perbedaan latar
belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda; Perbedaan
kepentingan antara individu.
Strategi dalam Mengatasi Konflik yaitu : Gaya kura-kura; Gaya ikan hiu; Gaya kancil;
Gaya rubah; Gaya burung hantu.
3.2.SARAN
Diharapkan setelah para pembaca membaca makalah ini,
pembaca dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang terdapat dalam makalah ini serta
dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dapat melakukan
hubungan antar manusia dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar